Sekarang
Natal dipergelarkan dalam bentuk wah. Itu tidak salah, yang menjadi salah jika
hal itu diwujudkan dengan biaya yang luar biasa. Pada saat bersamaan, berapa
banyak orang menanti maut karena kelaparan? Berapa banyak orang meratap dan
merintih? Damai hanya ada di dalam gedung gereja. Pengharapan hanya ada di
dalam khotbah, bukan dalam kenyataan.
Coba
kita renungkan. Apakah kita harus kasihan kepada orang-orang yang tidak bisa
merayakan Natal seperti kita karena mengalami banyak kendala? Mungkin perayaan
Natal kita akan membawa kita ke neraka, tetapi mungkin Natal yang dirayakan
dalam keprihatinan akan membawa mereka ke sorga. Natal yang serba kecukupan dan
luar biasa mungkin membuat kita lupa sungguh-sungguh berdoa. Tetapi Natal penuh
tangisan dan airmata, doa yang dinaikkan bisa menjadi gegap gempita di dalam
sorga.
Bisakah
Anda merenungkan dan merasakan itu tanpa menangis ? Tidak mungkin engkau tidak
akan menangis di dalam suka cita, “Tuhan, kenapa Kau pilih aku? Kenapa Kau
cintai aku?” Maka keluarlah air mata penuh suka cita.
Natal,
adalah saat kita diam dan bertanya, “Tuhan, sebenarnya waktu saya mau percaya
sama Tuhan, mencari kesenangan buat saya, atau saya mau menyenangkan Tuhan?
Jika memang mau menyenangkan Tuhan, susah pun kita bahagia.
Maka
Natal pertama memang porak poranda, hancur berantakan, tetapi justru di situlah
paradosks daripada Natal itu. Justru di kehancuran itulah damai bersemi. Justru
di kehancuran itulah damai dinyatakan bagi orang yang diperkenannya. Tidak
semua orang bisa berbahagia karena Natal kecuali yang diperkenan Tuhan. Anda
berhak atas kebahagiaan Natal jika hidup berkenan dan diperkenan Tuhan.
Kebahagiaan itu menjadi milik orang yang kuat, sehingga Natal membuat dia teguh
di tengah kepahitan. Natal membuat dia teguh di tengah ancaman.
Tetapi
berbahagialah mereka yang teguh berharap kepada Dia, karena di antara
puing-puing kehancuran itu muncul pengharapan yang luar biasa.
Anak
kecil selalu memiliki ekspresi yang mencengangkan dalam menyambut natal. Tak
pernah mereka menyambutnya biasa-biasa saja, mereka selalu takjub dengan natal.
Takjub
dengan indahnya pohon terang disertai sejumlah kado dibawahnya.
Takjub
dengan lagu-lagu natal yang cerita. Semuanya tampak sedemikian indah.
Masihkah
kita juga memiliki rasa takjub dengan natal?
Takjub
akan pengorbaban Tuhan.
Takjub
akan kerendahan hati Sang Mesias.
Takjub
akan ketaatan Yusuf dan Maria.
Takjub
akan kesederhanaan para gembala.
Takjub
akan tekad para Majus untuk melihat Raja yang baru lahir.
Alangkah
indahnya kalau kita bisa kembali kepada natal yang pertama.
Merasakan
natal dalam kesunyian, membuat jiwa kita lebih peka dengan suaraNya.
Merasakan
natal dalam kesederhanaan, menggugah empati kita terhadap sesama yang hidup
dalam kekurangan, yang dilanda bencana atau yang sedang dirundung kesedihan.
Merasakan
natal dalam hembusan damai, mengusir jiwa yang gelisah dan galau.
Takjub akan tekad para Majus untuk
melihat Raja yang baru lahir.
Alangkah indahnya kalau kita bisa
kembali kepada natal yang pertama.
Merasakan natal dalam kesunyian,
membuat jiwa kita lebih peka dengan suaraNya.
Merasakan natal dalam kesederhanaan,
menggugah empati kita terhadap sesama yang hidup dalam kekurangan, yang dilanda
bencana atau yang sedang dirundung kesedihan.
Merasakan natal dalam hembusan damai,
mengusir jiwa yang gelisah dan galau.
Selamat Natal Saudaraku, Tuhan
memberkati
Selamat natal.......
BalasHapusTuhan memberkati
Selamat Natal....
HapusGBU too.... ^_^
Selamat Natal.
BalasHapusSelamat Natal... Tuhan memberkati...
HapusSelamat Natal..
BalasHapusSederhana bukan berarti tidak merayakan, sederhana berarti secukupnya. Yang paling inti adalah makna & perbuatan..
Salam untuk keluarga...
Selamat Natal...
HapusMaree kita belajar bersama tentang makna sederhana...
Salam untuk keluarga juga... GBU